Melanjutkan perjuangan 41
Minggu, 07 Juli 2013
Anak Laki Laki dan Anak Perempuan
Dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah SAW bersabda: wanita dinikahi karena empat hal, yaitu karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Dan dahulukanlah agamanya, jika tidak maka kamu akan menyesal. (HR. Bukhari)
Membaca hadis ini bukan: ada 4 kriteria mencari jodoh, lantas utamakanlah kriteria ke-4, agama. Bukan begitu. Hadis ini tidak sedang menyusun kriteria mencari jodoh. Membaca hadis ini adalah: umumnya orang2 menikahi seorang wanita karena empat hal: harta, keturunan dan kecantikan, dan agamanya. Boleh menggunakan 3 sebab pertama? Boleh, tapi bersiaplah besok lusa menyesal. Besok lusa ini tidak sebatas besok lusa hitungan tahun, tapi kelak hingga akhir yang sebenarnya akhir. Orang2 yang menggunakan sebab terakhir, insya Allah tidak akan menyesal. Mau percaya atau tidak atas wasiat ini, dikembalikan ke masing-masing.
Tetapi, Tere Liye itu bukan ahli tafsir, dan tulisan pendek ini tidak dibuat untuk membahas soal hadis ini secara detail. Saya justeru ingin membahas hal lain, yaitu: urusan "remeh-remeh" saja.
Coba lihatlah, saya hampir tidak menemukan syarat jodoh yang baik itu, bahwa wanita harus:
1. Bisa masak
2. Bisa mencuci
3. Bisa ngepel
4. atau bisa menjahit pakaian
Menarik sekali, bukan?
Lantas kenapa selama ini, seolah-olah pekerjaan domestik adalah tanggungjawab wanita? Saya tidak tahu muasalnya. Tapi jelas, dalam agama kita, banyak teladan yang menunjukkan bahwa laki-laki juga terlibat dalam pekerjaan domestik/rumah tangga--termasuk teladan dari Rasul Allah.
Kenapa wanita harus dinikahi karena alasan agama? Karena pentingnya posisi Ibu sebagai orang pertama yang menanamkan kepribadian pada anak-anak. Karena pentingnya posisi Ibu sebagai orang yang "mengurus seluruh rumah tangga". Bicara soal mengurus rumah tangga, maka itu bukan semata2 pekerjaan domestik seperti mencuci, masak, kecil sekali kalau hanya itu, tapi lebih dari itu, seperti menjaga kehormatan keluarga. Saya tidak main-main soal 'kehormatan keluarga' ini. Seorang istri yang baik, bahkan bisa menjaga suaminya dari prilaku korupsi waktu, korupsi perjalanan dinas, dsbgnya. Bukan justeru istrinya yang membujuk suami agar nebeng fasilitas kantor dalam banyak hal.
Nah, seseorang dibilang punya agama yang baik, mutlak alias harus alias kudu: punya ilmu yang tinggi. Ini lebih menarik lagi. Agama yang baik bukan karena hanya dia siang malam shalat, tidak putus berpuasa, dsbgnya, tapi juga ilmunya yang tinggi. Lagi-lagi saya tidak menemukan relevansi bisa masak, mencuci, ngepel, atau bisa menjahit pakaian di sini. Dan ingat, ilmu agama tinggi itu mencakup banyak aspek.
Maka, agar tulisan ini tidak kemana-mana, akan sy singkat saja, sbb:
1. Jika kalian laki-laki, tanggungjawab pekerjaan domestik/rumah tangga juga melekat pada kita. Kita tidak bisa masak, no problem, tapi mencuci piring bisa kan? Anak2 atau remaja laki-laki harus dididik menguasai pekerjaan rumah tangga, termasuk menyikat kamar mandi, mencuci, menyetrika. Percayalah ibu, bapak, jika anak2 cowok kita sejak kecil sudha jago dalam urusan ini, besok lusa akan berjodoh dengan gadis yang cantik. Itu keliru sekali pemahaman yg bilang, pekerjaan rumah tangga adalah pekerjaan cewek.
2. Jika kalian wanita, maka memiliki ilmu tinggi (baik agama maupun bukan) adalah tuntutan. Ibu rumah tangga dengan pendidikan tinggi, menjadi modal yang baik untuk menanamkan ahklak yg cemerlang bagi anak-anaknya. Well yeah, kenapa orang sibuk menuntut ilmu tinggi2 hanya demi memperoleh pekerjaan dan gaji tinggi? Kenapa orang2 tidak menuntut ilmu agar bisa mendidik anak2nya menjadi keren? Itu jelas argumen yang lebih hakiki dan masuk akal. Dan keliru sekali pemahaman yang bilang, sia-sia saja sekolah tinggi2 kalau hanya jadi ibu rumah tangga.
Mungkin menarik untuk dipikirkan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar